Salam

Salam, Selamat Datang di_Blog Sang Pangeran

Jumat, 25 Mei 2012

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

1. Sekilas UIN Sunan Kalijaga


1951-1960
Periode Rintisan
Periode ini dimulai dengan Penegerian Fakultas Agama Universitas Islam 
Indonesia (UII) menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) yang diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 1950 Tanggal 14 Agustus 1950 dan Peresmian PTAIN pada tanggal 26 September 1951. Pada Periode ini, terjadi pula peleburan PTAIN (didirikan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 1950) dan ADIA (didirikan berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1957) dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1960 Tanggal 9 Mei 1960 tentang Pembentukan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dengan nama Al-Jami'ah al-Islamiyah al-Hukumiyah. pada periode ini, PTAIN berada di bawah kepemimpinan KHR Moh Adnan (1951-1959) dan Prof. Dr. H. Mukhtar Yahya (1959-1960)
1960-1972
Periode Peletakan Landasan
Periode ini ditandai dengan Peresmian IAIN pada tanggal 24 Agustus 1960. Pada periode ini, terjadi pemisahan IAIN. Pertama berpusat di Yogyakarta dan kedua, berpusat di Jakarta berdasarkan Keputusan Agama Nomor 49 Tahun 1963 Tanggal 25 Februari 1963. Pada periode ini, IAIN Yogyakarta diberi nama IAIN SUnan Kalijaga berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 1965 Tanggal 1 Juli 1965. Pada periode ini telah dilakukan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, dimulai dengan pemindahan kampus lama (di Jalan Simanjuntak, yang sekarang menjadi gedung MAN 1 Yogyakarta ) ke kampus baru yang jauh lebih luas (di Jalan Marsda Adisucipto Yogyakarta). Sejumlah gedung fakultas dibangun dan di tengah-tengahnya dibangun pula sebuah masjid yang masih berdiri kokoh. Sistem pendidikan yang berlaku pada periode ini masih bersifat 'bebas' karena mahasiswa diberi kesempatan untuk maju ujian setelah mereka benar-benar mempersiapkan diri. Adapun materi kurikulumnya masih mengacu pada kurikulum Timur Tengah (Universitas Al-Azhar, Mesir) yang telah dikembangkan pada masa PTAIN. Pada periode ini, IAIN Sunan Kalijaga berada di bawah kepemimpinan Prof. RHA Soenarjo, SH (1960-1972).
1972-1996
Periode Peletakan Landasan Akademik
Pada periode ini, IAIN Sunan Kalijaga dipimpin secara berturut-turut oleh Kolonel Drs. H. Bakri Syahid (1972-1976), Prof. H. Zaini Dahlan, MA (selama 2 masa jabatan: 1976-1980 dan 1980-1983), Prof. Dr. HA Mu'in Umar (1983-1992) dan Prof. Dr. Simuh (1992-1996). Pada periodeini, pembangunan sarana prasarana fisik kampus meliputi pembangunan gedung Fakultas Dakwah, Perpustakaan, Program Pascasarjana, dan Rektorat dilanjutkan. Sistem pendidikan yang digunakan pada periode ini mulai bergeser dari 'sistem liberal' ke 'sistem terpimpin' dengan mengintrodusir 'sistem semester semu' dan akhirnya 'sistem kredit semester murni'. Dari segi kurikulum, IAIN Sunan Kalijaga telah mengalami penyesuaian
yang radikal dengan kebutuhan nasional bangsa Indonesia. Jumlah fakultas bertambah menjadi 5 (lima); yaitu Fakultas Adab, Dakwah, Syari'ah, Tarbiyah dan Ushuluddin. Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga dibuka pada periode ini, tepatnya pada tahun akademik 1983/1984. Program Pascasarjana ini telah diawali dengan kegiatan-kegiatan akademik dalam bentuk short courses on Islamic studies dengan nama Post Graduate Course (PGC) dan Studi Purna Sarjana (PPS) yang diselenggarakan tanpa pemberian gelar setingkat Master. Untuk itu, pembukaan Program pAscasarjana pada dasawarsa delapan puluhan tersebut telah mengukuhkan fungsi IAIN Sunan Kalijaga sebagai lembaga akademik tingkat tinggi setingkat di atas Program Strata Satu.
1996-2001
Periode Pemantapan Akademik dan Manajemen
Pada periode ini, IAIN Sunan Kalijaga berada di bawah kepemimpinan Prof. Dr. HM. Atho Mudzhar (1997-2001). Pada periode ini, upaya peningkatan mutu akademik, khususnya mutu dosen (tenaga edukatif) dan mutu alumni, terus dilanjutkan. Para dosen dalam jumlah yang besar didorong dan diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi, baik untuk tingkat Magister (S2) maupun Doktor (S3) dalam berbagai disiplin ilmu, baik di dalam maupun di luar negeri. Demikian pula peningkatan sumber daya manusia bagi tenaga administratif dilakukan untuk meningkatkan kualitas manajemen dan pelayanan administrasi akademik. Pada periode ini, IAIN Sunan Kalijaga semakin berkonsentrasi untuk meningkatkan orientasi akademiknya dan mengokohkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan tinggi. Jumlah tenaga dosen yang bergelar Doktor dan Guru Besar meningkat disertai dengan peningkatan dalam jumlah koleksi perpustakaan dan sistem layanannya.
2001-2010
Periode Pengembangan Kelembagaan
Periode ini dapat disebut sebagai 'Periode Trasformasi', karena, pada periode ini telah terjadi peristiwa penting dalam perkembangan kelembagaan pendidikan tinggi Islam tertua di tanah air, yaitu Transformasi Institut Agama ISlam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 2004 Tanggal 21 Juni 2004. Deklarasi UIN Sunan Kalijaga dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2004. Periode ini di bawah kepemimpinan Prof. Dr. HM. Amin Abdullah (2001-2005) dengan Pembantu Rektor Bidang Akademik Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, MA., Ph.D, Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum Drs. H. Masyhudi, BBA, M.Si. dan Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof. Dr. H. Ismail Lubis, MA (Almarhum) yang kemudian digantikan oleh Dr. Maragustam Siregar, MA.
Pada periode kedua (2006-2010) dari kepemimpinan Prof. Dr. HM. Amin Abdullah telah dibentuk Pembantu Rektor Bidang Kerja Sama. Dengan ditetapkannya keberadaan Pembantu Rektor Bidang Kerja Sama, maka kepemimpinan UIN Sunan Kalijaga pada periode kedua ini adalah sebagai berikut : PEmbantu Rektor Bidang Akademik, Dr. H. Sukamta, MA, Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum, Dr. H. Tasman Hamami, MA, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, Dr. Maragustam Siregar, MA, dan Pembantu Rektor Bidang Kerja Sama dijabat oleh Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, MA.
Perubahan Institut menjadi universitas dilakukan untuk mencanangkan sebuah paradigma baru dalam melihat dan melakukan studi terhadap ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, yaitu paradigma Integrasi interkoneksi. Paradigma ini mensyaratkan adanya upaya untuk mendialogkan secara terbuka dan intensif antara hadlarah an-nas, hadlarah al-ilm, dan hadlarah al-falsafah. Dengan paradigma ini, UIN Sunan Kalijaga semakin menegaskan kepeduliannya terhadap perkembangan masyarakat muslim khususnya dan masyarakat umum pada umumnya. Pemaduan dan pengaitan kedua bidang studi yang sebelumnya dipandang secara dimatral berbeda memungkinkan lahirnya pemahaman Islam yang ramah, demokratis, dan menjadi rahmatan lil 'alamin.
2010-2011
Periode Kebersamaan dan Kesejahteraan
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor : B.II/3/16522/2010 Tanggal 6 Desember 2010, Guru Besar Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam diberi tugas tambahan sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta masa jabatan 2010-2014. Periode di bawah kepemimpinan Prof. Dr. H. Musa Asy’arie dibantu oleh Pembantu Rektor Bidang Akademik Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag., Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum Prof. Dr. H. Nizar, M.Ag., Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Dr. H. Akhmad Rifa’i, M.Phil. dan Pembantu Rektor Bidang Kerja sama Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, MA.

2. Visi dan Misi





Visi:
Unggul dan terkemuka dalam pemaduan dan pengembangan studi keislaman dan keilmuan bagi peradaban..
Misi:
  1. Memadukan dan mengembangkan studi keislaman, keilmuan, dan keindonesiaan dalam pendidikan dan pengajaran.
  1. Mengembangkan budaya ijtihad dalam penelitian multidisipliner yang bermanfaat bagi kepentingan akademik, masyarakat, dan lingkungan.
  1. Meningkatkan peranserta universitas dalam penyelesaian persoalan bangsa berdasarkan pada wawasan keislaman dan keilmuan bagi terwujudnya masyarakat madani.
  1. Membangun kepercayaan dan mengembangkan kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.





3. Logo dan Hymne UIN





Sebagai bagian dari upaya untuk memperbaharui citra UIN Sunan Kalijaga, sejak tahun 2010 dilakukan perubahan lambang/ logo universitas. Lambang/logo yang baru adalah sebagai berikut.
Bentuk dasar logo adalah bunga matahari dengan satu tangkai dan dua lembar daun. Kelopak bunga diwujudkan dalam bentuk ornamen klasik bercorak Islam. Helai daun sebelah kiri visualisasi huruf ‘U’, tangkainya huruf ‘I’ dan daun sebelah kanan huruf ‘N’ sehingga dapat dibaca U-I-N.
Logogram bercorak bunga—menyerupai simbol jaring laba-laba kesalingterkaitan dan keterhubungan antara sains dan agama yang terpatri dalam ikon mozaik pada dinding luar gedung bangunan UIN—diambil dari ornamen pada dinding Istana Alhambra masa Khalifah Bani Umayah di Granada, Spanyol yang mencakup wilayah perbukitan. Istana Alhambra selesai dibangun pada abad ke-14, periode Muhammad Yusuf, 1333-1353 dan periode Muhammad V, Sultan Granada, 1353-1391 pada masa Dinasti Nasar/Daulah Ahmar (1232-1492). Seni ornamen tersebut memberi banyak pengaruh berbagai bangunan di Timur dan Barat. Perpaduan Timur dan Barat ini (La syarqiyyah wa la gharbiyyah) dapat dimaknai sebagai visi dan misi UIN yang ingin menepis dikotomi keilmuan menuju integrasi dan interkoneksi bidang keilmuan menuju keunggulan peradaban.
Motif ornamen merupakan perpaduan cita rasa seni tingkat tinggi dari budaya Islam di Timur Tengah dan budaya Eropa di Barat sebagai simbol integrasi-interkoneksi. Bila dicermati, beberapa ornamen pada bangunan UIN telah mengaplikasikan penggunaan dua buah bentuk 4 persegi sebagai unsur dasar pembentukan ornamen tersebut.
Visual bunga dipilih sebagai bentuk dasar logo karena merupakan simbol keindahan, keharuman, keserasian, keseimbangan dan kebaikan. Allah SWT menyukai keindahan dan keharuman sebab Allah SWT maha indah dan maha harum. Hal ini menyiratkan UIN selalu membawa kesejukan dan keindahan bagi lingkungan sekitar serta keharuman dalam memainkan seluruh kiprahnya. Hal ini juga dapat dimaknai bahwa UIN Sunan Kalijaga benar-benar bermaksud hendak menanamkan spirit dan karakter kemanusiaan yang bersifat rahmatan lil ‘alamin.
Kelopak bunga berwarna kuning emas diambil dari jenis logam mulia, menunjukkan kemewahan, kehormatan, kemuliaan, kekekalan, keabadian, kesetiaan dan pengabdian. Menyiratkan ketajaman pikiran, keagungan cita, keluhuran budi, kecemerlangan pikiran dan muatan spiritualitas menuju UIN Sunan Kalijaga yang unggul dan terkemuka. Kemewahan dan kekayaan diwujudkan dalam bentuk kedalaman ilmu, kekayaan budi pekerti, kematangan diri dan kearifan budaya lokal. UIN Sunan Kalijaga hendak menjadi unggul dan terkemuka, namun tetap santun dan rendah hati.
Warna hijau pada daun melambangkan kontinuitas, kesegaran, kealamiahan dan pembaharuan. Hijau merupakan simbol harapan, pertumbuhan, kelahiran, kemakmuran, kesuburan dan regenerasi melalui berbagai inovasi tiada henti.
Hijau memiliki sejarah kontinuitas bagi transformasi UIN Sunan Kalijaga. Hijau juga memu`t pesan religius, sebab dalam surat Al-Insan (76) : 21 dan Al-Kahfi (18) : 31 dikabarkan penghuni surga mengenakan pakaian berwarna hijau.



4. Sarana Prasarana

 
 
Tuntutan zaman pada pendidikan tinggi di Indonesia saat ini adalah bahwa sebuah institusi pendidikan harus mampu memberikan kontribusi pada peningkatan nation competiteveness yang menghasilkan “pendidikan berkualitas” bagi keunggulan bangsa.
 
Tuntunan ini dijawab oleh UIN Sunan Kalijaga dengan memformulasikan sejumlah keunggulan sebagai Tempat Pendidikan. Di antara keunggulan itu adalah kajian keilmuan yang integrative-interkonektif, standarisasi mutu lulusan, standarisasi mutu pelayanan, IT yang terintegrasi, kerja sama dalam dan luar negeri, serta Piloting Research Center.
 
Tidak cukup sekedar konsep, sarana dan prasarana yang menunjang untuk merealisasikan formula keunggulan itu telah dibangun juga di UIN Sunan Kalijaga, seperti masjid, perpustakaan, laboratorium, poliklinik, pascasarjana, pusat administrasi, pusat computer, Research Center, Theatrical Class, Student Center, Multipurpose Building, Sport Venue, Campus Service Center, Language and Culture Center, University Club House, University Press, Play Group, Guest House, Training Center, dan Lecture Hall.
 
Selain dapat menikmati taman dan parkir kendaraan yang memadai, seluruh sivitas akademika UIN Sunan Kalijaga melakukan proses belajar mengajar di gedung-gedung baru yang memiliki ruang-ruang representative dan media pembelajaran yang berbasis IT. Kinerja mereka pun didukung pula dengan adanya anjungan-anjungan computer, anjungan mesin absensi, peralatan laboratorium terpadu, peralatan sistem informasi terpadu, peralatan poliklinik, peralalatan multimedia center, laboratorium psikologi, laboratorium bahasa, dan system pelayanan perpustakaan dengan Electric Library Information Management System (ELIMS), dengan system pengkodean RFID (Radio Frecuncy Identify) yang tercanggih di Indonesia.


Untuk lebih lengkapnya silahkan buka : http://www.uin-suka.ac.id/



Selasa, 22 Mei 2012

PENGUMUMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU MAN PURWOREJO

PENGUMUMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU
Nomor: Ma.11.14/PP.00/309/2012

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan ini diumumkan kepada masyarakat, khususnya lulusan MTs/SMP dan yang sederajat, bahwa MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) PURWOREJO Tahun Pelajaran 2012/2013 membuka penerimaan peserta didik baru dengan ketentuan sbb:
A. Calon siswa yang diterima :
  1. Memiliki Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) MTs / SMP bagi lulusan tahun pelajaran 2011/2012 (dapat menyusul apabila belum terbit )
  2. Memiliki Surat Tanda Lulus (STL) & Ijazah MTs/SMP bagi lulusan tahun pelajaran 2010/2011 atau sebelumnya
  3. Lulus Uji Praktek Baca Tulis al-Qur’an dan Praktek Ibadah serta Wawancara mengenai Bakat, Minat dan Kepribadian yang dilaksanakan pada saat pendaftaran.
B. Cara & Persyaratan Pendaftaran :
  1. Calon peserta didik wajib datang sendiri di tempat pendaftaran.
  2. Menyerahkan SKHUN Asli atau Sementara (bila SKHUN Asli belum terbit) dari MTs/SMP bagi lulusan 2011/2012.
  3. Menyerahkan STL dan foto copy Ijazah MTs/SMP yang dilegalisir bagi lulusan tahun pelajaran 2010/2011 atau sebelumnya.
  4. Menyerahkan pas foto hitam putih 3 x 4 cm sebanyak 4 lembar.
  5. Mengisi Formulir Pendaftaran pada saat pendaftaran.
  6. Mengikuti Uji Praktek dan Wawancara yang dilaksanakan saat pendaftaran
  7. Membayar Administrasi Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah)
  8. Pada tanggal 1 Juni 2012, berusia maksimal 21 tahun
  9. Persyaratan No. 1 s/d 5 dimasukkan dalam stofmap yang telah disediakan panitia.
C. Tempat & Waktu Pendaftaran
Pendaftaran dibuka mulai tanggal 25 s/d 30 Juni 2012 pada tiap hari dan jam kerja:
  • Senin s/d Kamis, pukul 08.00 – 12.30
  • Jum’at s/d Sabtu, pukul 08.00 – 11.00
Tempat : Kampus 2 MAN Purworejo, Jl. Brigjen Katamso (Jl. Jogja Km.1) Telp (0275) 321549

D. Lain-lain
  1. Jumlah Rombel/Kelas yang tersedia 9 Rombel, dengan 32 siswa untuk tiap Rombel
  2. Didukung dengan Laboratorium Bahasa Multi Media Interaktif.
  3. Lab. IPA (Fisika, Biologi, Kimia), Lab. Komputer/Internet, Lab. Agama, Perpustakaan, Sarana Olah Raga dll.
  4. Fasilitas Ekstrakurikuler:
  • Komputer/Internet
  • Olahraga
  • Pencak Silat
  • Pramuka
  • Qiro'ah, Kaligrafi & Dekorasi
  • Pendalaman Kajian Agama
  • Keterampilan Tata Boga dan Tata Busana
  • PMR / PKM / Paskib
  • Musik / Rebana
  • dll
5. Jurusan yang ada: Keagamaan, IPA, IPS dan Bahasa
6. Beasiswa Prestasi dan BSM

E. Informasi yang belum jelas hubungi 085643574142/085727114800

Wassalamu’laikum Wr. Wb.

Purworejo, 14 Mei 2012
Kepala,

Drs. H. Saifurochman
NIP 19520810 197903 1 008

Sumber :  http://www.manpurworejo.org/2012/05/pengumuman-penerimaan-peserta-didik.html

Hotel-hotel

http://www.purworejokab.go.id/fasilitas/hotel

No
Nama Hotel
Klasifikasi Jumlah Kamar Alamat
Telepon Profil/fasilitas
1.
Suronegaran
Bintang 15 Jl. Urip Sumoharjo 47 Purworejo 0275 322076 selengkapnya
2.
Sanjaya Lin
Melati 30 Jln. Tentara Pelajar no. 234 0275 325855
selengkapnya
3.
Ganesha Melati 17 Jl. Kol Sugiono 62 Purworejo 0275 323390 selengkapnya
4.
Bagelen Melati 11 Jl. A. Yani 16 Purworejo 0275 321480 selengkapnya
5.
Intan Melati 18 Jl. Kol. Sugiono 66 Purworejo 0275 321242 selengkapnya
6.
Garuda Setia Melati 32 Jl. Cempaka 6 Kutoarjo 0275 641090 selengkapnya
7.
Sawunggalih Melati 31 Jl. Diponegoro 105 Kutoarjo 0275 641049 selengkapnya
8.
Kencana Melati 24 Jl. Diponegoro 139 Kutoarjo 0275 641095 selengkapnya
9.
Raya Melati 15 Jl. Pahlawan 19 Purworejo 0275 321242 selengkapnya
10.
Widuri Melati 23 Jl. Kol. Sugiono 63 Purworejo
selengkapnya
11.
Lumayan Melati 9 Jl. Urip Sumoharjo 65  Purworejo 0275 322943 selengkapnya
12.
Suswanti Melati 15 Jl. Brigjend Katamso 41- 43   Purworejo 0275 32

Fasilitas Transportasi (http://www.purworejokab.go.id/fasilitas/transportasi)

No
Transportasi
Alamat
Telepon
1
Stasiun Kereta Api Kutoarjo
Jalan Stasiun, Kutoarjo 0275.641023
2
Stasiun Kereta Api Purworejo
Jalan May Jend Sutoyo 0275.321068
3
Terminal Bus Purworejo
Jalan Raya Purworejo - Kutoarjo
4
Terminal Bus Kutoarjo

Fasilitas Kesehatan

 http://www.purworejokab.go.id/fasilitas/kesehatan
No
Nama Pelayanan
Alamat
Telepon
1
RSUD Saras Husada
Jl. Jend. Sudirman No.60
0275.321118
2
PKU Purworejo
Jl. Brigjend Katamso 144 Purworejo
0275.325260
3
RS Palang Biru
Jl. Marditomo 17 Kutoarjo
0275.646469
4
RS Purwahusada
Jl. Tentara Pelajar (dekat Terminal Bus Purworejo)

5
RBIA Kasih Ibu Jl.  Mayjend. Sutoyo 19 Purworejo 0275.321253
0275.325155
6
RB Permata Jl. Sutoyo Purworejo 0275.321031
7
RBIA Aisyah Jl. Sutoyo Purworejo 0275.321435
8 RSUD Kutoarjo Jl. Gunung Tugel - Kutoarjo 0275.641004
9 RSUD Purwodadi (kelas D) Ds. Jenar - Purwodadi 0275.756076
10 RS Panti Waluyo Jl. A. Yani

Senin, 21 Mei 2012

Hasil Olahan Susu Kambing Etawa

Di Kabupaten Purworejo, budidaya dan potensi kambing Peranakan Etawa memang belum optimal. Oleh karena itu upaya peningkatan potensinya terus dipacu. Nilai tambah kambing ini selain bentuk dan warnanya, sudah barang tentu dagingnya. Bahkan susunya pun diyakini memiliki “kelebihan tersendiri” untuk kesehatan yang berbeda dengan jenis kambing lainnya, ini berarti potensi pula untuk dioptimalkan.
Kambing Peranakan Etawa dapat beranak 3 kali dalam dua tahun dengan variasi anak 1-3 ekor per kelahiran. Namun, jumlah kelahiran dan intensitas kelahirannya sangat tergantung pada umur dan kondisi tubuh ternak tersebut. Makin baik pemeliharaannya tentu akan semakin baik pula kuantitas kelahiran dan kualitas yang dilahirkannya.
Saat ini tengah dikembangkan susu kambing Etawa sebagai konsumsi sehari-hari yang ternyata berkhasiat menyembuhkan gangguan pencernaan (maag). Kandungan protein, lemak Ca, Vitamin A dan Niacin yang tinggi sangat baik untuk memperkuat daya tahan tubuh. Bagi para eksekutif dan pemikir bangsa tentu tak salah bila mencoba minum susu Etawa ini. Rasanya yang khas disertai kandungan gizi yang spesifik yaitu setara ASI, non kolesterol membuat susu Etawa mudah dicerna dan dapat dikonsumsi untuk anak-anak. Hasil susu kambing Etawa sangat bervariasi berkisar antara 1,5-2,7 liter/hari /ekor dengan masa laktasi 5-7 bulan sehingga sangat memungkinkan untuk dibudidayakan sebagai penghasil susu. Melihat potensi besar Peranakan Etawa yang demikian unik dan menjanjikan, tak lengkap kiranya bila belum mencoba dan membuktikan sendiri. Monggo...kami tunggu.

Kambing Etawa

Kambing peranakan Etawa (P.E) merupakan kambing keturunan Etawa asal negara India yang dibawa oleh penjajah Belanda. Kambing tersebut kemudian dikawinsilangkan dengan kambing lokal di Kaligesing. Saat ini kambing Peranakan Etawa dikenal sebagai ras kambing Peranakan Etawa asli Kaligesing, Purworejo.
Hingga saat ini kambing Etawa terus dikembangbiakkan. Kambing Peranakan Etawa diminati oleh banyak orang terutama di sekitar Jawa Tengah sehingga kambing ini menyebar pesat ke berbagai wilayah di Kabupaten Purworejo bahkan hingga ke luar Purworejo seperti ke Kulon Progo, Kendal, Sidoarjo-Jatim.
Kambing Peranakan Etawa ini memiliki ciri khas pada bentuk mukanya yang cembung, bertelinga panjang-mengglambir, postur tubuh tinggi (gumla) antara 90-110 cm, bertanduk panjang dan ramping.
Kambing jenis ini mudah berkembang dengan baik di daerah berhawa dingin, berbadan besar warna bulu beragam; belang putih, merah coklat, bercal, bercak hitam atau kombinasi ketiganya dan pada bagian belakang terdapat bulu yang lebat dan panjang. Panggemar kambing Peranakan Etawa umumnya sangat menyukai keindahan bulu dan bentuk mukanya. Karena itu sangat jarang jenis kambing ini dijadikan kambing semblihan (potong) untuk dimakan, mereka lebih memfungsikannya sebagai “klangenan atau piaraan” untuk koleksi. Bahkan konon jaman dulu, bagi yang memiliki kambing Etawa akan terlihat “selera” dan “siapa” orang itu di mata masyarakat.
Saat ini pengembangan terpadu kambing Etawa ditawarkan kepada investor oleh Pemerintah Daerah. Diharapkan tawaran ini mendapat respon positif mengingat potensi pasarnya yang masih belum tergarap optimal. Investor tentu tak akan rugi membisniskan kambing ini.

Minggu, 13 Mei 2012

Lambang Daerah



Lambang daerah berbentuk perisai dengan gaya artistik yang berisi makna sbb :
Pohon Beringin : bermakna rasa kebangsaan dan pengayoman



Bedug dengan 17 pantek : merupakan ciri khas daerah Purworejo, dengan keistimewaannya yang terbuat dari kayu jati utuh merupakanyang terbesar di Indonesia



Cakra dengan 17 mata : dalam cerita pewayangan merupakan senjata Wisnu dalam tugasnya memelihara kesejahteraan dan memberantas angkara murka



Bintang segi lima : menunjukkan bahwa Rakyat Purworejo adalah masyarakat yang Berketuhanan YME



Pita merah putih : menunjukkan bahwa Purworejo adalah bagian dari negara Republik Indonesia



Gelombang di kanan-kiri bintang : menggambarkan keadaan alam Purworejo yang disebelah utara merupakan daerah pegunungan yang penuh dengan kekayaan alam



Garis-garis putih dibawah gelombang hijau : menggambarkan keadaan alam Purworejo yang mempunyai sungai-sungai yang sangat penting terutama untuk pertanian misalnya S. Bogowonto dan S. Jali



Petak-petak dibawah garis : menggambarkan keadaan alam yang bagian tengah dan selatan penuh dengan sawah dan ladang



Padi 45 butir dan kapas 8 buah :
menggambarkan cita-cita masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur.
Catatan : cakra 17 mata, kapas 8 buah, padi 45 butir- melambangkan kesetiaan rakyat Purworejo pada Proklamasi 17-8-1945



Tiang di tepi kanan dan kiri : merupakan lambang penegakkan kebenaran dan keadilan



Lipatan-lipatan / wiron di kanan kiri bawah : lambang kerapihan, kehalusan, keramahan, kehalusan budi



Bokor dengan style kepala banteng : bokor adalah wadah / tempat, melambangkan kebesaran jiwa rakyat dan pemerintah daerah yang mampu menampung berbagai masalah kehidupan. Kepala banteng lambang kerakyatan atau keinginan mewujudkan Demokrasi Pancasila



Pita putih bertuliskan PURWOREJO : bermakna kesucian, ketulusan, keluhuran budi



Rantai : lambang kemanuasiaan dan gotong royong. Bentuk persegi lambang wanita, bentuk bulat lambang pria



Dasar hitam : bermakna keabadian, keteguhan hati, ketenang

Peta Kabupaten Purworejo



 http://www.purworejokab.go.id/profil-daerah/peta

Hiburan


Berbagai Objek Wisata Hiburan di Kabupaten Purworejo :

- Kolam Renang Artha Tirta; lokasi jalan Purworejo Magelang. Terdapat kolam untuk anak-anak dan dewasa, dilengkapi dengan panggung hiburan.

- Taman Bermain Anak (TBA) ; berlokasi di jalan Sutoyo dekat alun alun Purworejo. Tiap hari Sabtu malam, ada pentas seni dari masyarakat untuk masyarakat.

- Pusat perbelanjaan ;


Laris, jalan KHA Dahlan


Jodo, jalan KHA Dahlan


Sarinah, jalan Sugiono


Indomaret


Alfamart

- Taman Bermain "Mutiara Ibu", dibuka untuk umum pada hari libur. Terdapat arena bermain, taman satwa, kolam renang yang dikhususkan untuk anak-anak dan balita.

Wisata kuliner


Berbagai Wisata Kuliner di Kabupaten Purworejo :

- Sate Tupai atau Kuda Barat Polsek Butuh Purworejo

- Dawet Hitam Timur jembatan Butuh

- Ayam-Bebek Goreng Dargo, komplek Pujasera Timur Stasiun Purworejo

- Mi goreng  Mi rebus pak Prapto, komplek Pujasera Timur Stasiun Purworejo

- Ayam goreng Restu Ibu, depan RSU Saras Husada Purworejo

- Soto Stasiun Purworejo

- Bakso Sukar Purworejo, Kutoarjo

- Bakso Muncul jalan Purworejo-Jogja

- Bakso Mantep, komplek pasar Baledono, samping Indomaret Alun-alun

- Sate Winong, di Winong (jalur Purworejo-Suren Kutoarjo)

- Durian dikomplek pasar Suronegaran, pasar Baledono, Pantok, sepanjang jalur Purworejo-Kaligesing

- Sop Pak Giyo

- Sop Iga Selera, Boro
Gambar Durian

Wisata Religi


BEDUG TERBESAR DI DUNIA
wisata Bedug terbesar di dunia yang ditabuh sebagai tanda waktu sholat ini, berada di dalam Masjid Darul Muttaqien, alun-alun Purworejo, Bedug ini merupakan karya besar umat Islam yang pembuatannya diperintahkan oleh Adipati Cokronagoro I, Bupati Purworejo pertama yang terkenal sangat peduli terhadap perkembangan agama Islam.
Awal mulanya, Cokronagoro I sangat menginginkan memiliki sebuah bangunan Masjid Agung di tengah kota sebagai pusat kegiatan ibadah sekaligus memberikan ciri Islamiyah pada Kabupaten Purworejo yang dipimpinnya.
Maka di sebelah barat alun-alun kota Purworejo yang berdekatan dengan kediaman (pendopo) Bupati , didirikanlah Masjid Agung Kadipaten yang sekarang bernama Masjid Darul Muttaqien. Masjid ini dibangun pada hari Ahad, tanggal 2 bulan Besar Tahun Alip 1762 Jawa, bertepatan dengan tanggal 16 April 1834 M, seperti tercantum pada prasasti yang terpasang di atas pintu utama masjid yang berada di Desa / Kelurahan Sindurjan.
bedug Untuk membangun masjid ini tampaknya Cokronagoro I tak ingin asal jadi. Ia meminta para ahli untuk mendapatkan kayu terbaik sebagai bahan utama pendirian masjid. Dibangun dengan gaya arsitektur Jawa berbentuk Tanjung Lawakan lambang Teplok yang mirip Masjid Agung Keraton Solo, bahan-bahan untuk membuat tiang utama masjid ini berasal dari kayu jati bang yang mempunyai cabang lima buah dengan umur ratusan tahun dan diameter lebih dari 200 cm dan tingginya mencapai puluhan meter.
Di atas tanah seluas kurang lebih 8.825 m2 masjid ini akhirnya berdiri megah di pusat kota Purworejo sebagai setra kegiatan dakwah dan ibadah muslim.
Kemegahan masjid tak ada gunanya tanpa banyaknya jumlah jamaah sebagai syarat utama memakmurkan masjid. Untuk itu, dipikirkan sarana “ mengundang “ jamaah hingga terdengar sejauh-jauhnya lewat tabuhan bedug sebagai tanda waktu sholat menjelang adzan dikumandangkan ( saat itu belum ada alat pengeras suara ).
Sekali lagi Cokronagoro I memerintahkan pembuatan Bedug dengan ukuran sangat besar dengan maksud agar dentuman bunyi bedug terdengar sejauh mungkin sebagai panggilan waktu sholat umat muslim untuk berjamaah di masjid ini.
Raden Patih Cokronagoro bersama Raden Tumenggung Prawironagoro ( Wedono Bragolan ) yang juga adik dari Cokronagoro I menjadi pelaksana tugas membuat Bedug Besar itu. Sama seperti bahan pembuatan masjid yang menggunakan kayu jati pilihan , bedug besar ini pun disepakati dibuat dari pangkal ( bonggol ) kayu jati bang bercabang lima ( dalam ilmu bangunan Jawa/Serat Kaweruh Kalang, disebut pohon jati pendowo ). Daerah tempat pohon jati ini berasal adalah Dusun Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan Purwodadi.
Konon, pohon jati yang digunakan untuk membuat bedug ini sebelumnya dianggap sebagai pohon keramat yang tak boleh ditebang. Namun karena Islam tak mengenal tahyul, dan atas perintah Bupati, maka pohon jati yamg telah berusia ratusan tahun itu ditebang juga.
Kyai Irsyad seorang ulama dari Loano yang juga dipanggil Mbah Junus akhirnya berhasil menebang sekaligus mematahkan mitos keramat pohon jati tersebut.
Ukuran atau spesifikasi bedug ini adalah : Panjang 292 cm, keliling bagian depan 601 cm, keliling bagian belakang 564 cm, diameter bagian depan 194 cm, diameter bagian belakang 180 cm. Bagian yang ditabuh dari bedug ini dibuat dari kulit banteng.
Pembuatan bedug yang akhirnya dicatat sebagai terbesar di dunia ini, ternyata tak semudah yang dikira. Berbagai kendala harus dilalui sehingga memakan waktu pengerjaan yang cukup lama. Para ulama dan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan karya agung ini senantiasa berdoa agar mendapat ridlo dari Alloh SWT.
Akhirnya pada tahun 1837, bedug terbesar di dunia ini rampung dibuat dan diletakkan di dalam Masjid Agung Kabupaten Purworejo ( sekarang Masjid Darul Muttaqien ) yang ditabuh menjelang adzan sebagai tanda waktu sholat.
Hingga sekarang warisan karya sejarah Islam ini terpelihara dengan baik dan tetap ditabuh sesuai fungsinya sebagai tanda waktu sholat. Para pengunjung seperti tak pernah surut mendatangi Masjid Darul Muttaqien, menyaksikan dari dekat bedug raksasa yang telah dicatat sebagai situs sejarah yang turut memberikan makna bagi perkembangan Islam di tanah Jawa.

Klenteng
Terletak di Kelurahan Baledono, Kecamatan Purworejo tepatnya di belakang pasar Baledono Purworejo. Bangunan ini didirikan pada tahun 1888 oleh masyarakat Konghucu/Buddha. Bangunan ini dihiasi dengan ukiran-ukiran serta ornamen-ornamen yang memiliki nilai estetika budaya tinggi.

Gereja
Gereja ini didirikan pada tahun 1927 oleh Mgr. Fisser, M.Sc. dengan arsitektur bergaya gothic. Sampai saat ini gereja ini terawat dengan baik karena terletak di area Buderan dimana selain gereja di komplek tersebut ada juga lembaga pendidikan yaitu SLTP dan SLTA Buderan.
gereja
Gereja ini dibangun pada tahun 1879 dengan arsitektur gaya Eropa beratap pilar dan pilaster bergaya Yunani. Gereja ini bertempat di sebelah timur alun-alun dan sangat ramai dikunjungi umat pada hari Minggu dan hari-hari besar keagamaan seperi Natal.

PRIMADONA TARI TRADISIONAL DARI PURWOREJO


Kesenian tari Dolalak merupakan sabuah tarian rakyat yang menjadi primadona tari tradisional di Purworejo. Tarian yang sudah eksis sejak sekitar 85 tahunan ini telah merebak hampir di setiap desa di wilayah Purworejo.
Sejarah terciptanya tarian Dolalak yang menjadikan tarian khas dari Purworejo ini konon bermula dari peniruan oleh beberapa pengembala terhadap gerakan tarian dansa serdadu Belanda. Penamaan Dolalak diambil dari dari dominannya notasi nada do – la – la yang dinyanyikan serdadu Belanda untuk tarian dansa mereka.
Ketika pertama kali tercipta, tarian Dolalak tidak diiringi dengan peralatan instrumen musik, namun menggunakan nyanyian yang dilagukan oleh para pengiringnya. Lagu-lagu yang dicipta biasanya bernuansa romantis bahkan ada yang erotis. Nyanyian tersebut dinyanyikan silih berganti atau terkadang secara koor bersama.
Dalam perkembangannya, iringan musik tarian Dolalak menggunakan instrumen musik jidur, terbang, kecer, dan kendang. Sedang untuk iringan nyanyian menggunakan syair-syair dan pantun berisi tuntunan dan nasehat. Isi syair dan pantun yang diciptakan, campuran dari Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia sederhana.
Untuk kostum penari Dolalak, mengenakan layaknya pakaian serdadu Belanda, pakaian lengan panjang hitam dengan pangkat di pundaknya, mengenakan topi pet,dan berkacamata hitam.
Yang unik dan paling menarik dari tari Dolalak adalah ketika penari memasuki tahap tarian trance ( kemasukan roh halus ). Saat penari mengalami trance yang ditandai dengan mengenakannya kaca mata hitam, penari akan mampu menari berjam-jam tanpa henti. Selain itu gerak tariannya pun berubah menjadi lebih
energik dan mempesona. Kesadaran penari akan pulih kembali setelah sang dukun “ mencabut “ roh dari tubuh sang penari.
Tarian Dolalak, semula ditarikan oleh para penari pria. Namun dalam perkembangannya, tahun 1976 Dolalak ditarikan oleh penari wanita. Dan hampir setiap grup Dolalak di Purworejo, kini semua penarinya adalah wanita. Jarang sekali sekarang ini ditemui ada grup Dolalak dengan penari pria.
BUSANA BAGELENAN SEBAGAI SALAH SATU CIRI JATIDIRI PURWOREJO
Bagelen
Oleh : Tim Perancang Busana Bagelenan
Setelah berlangsung lebih dari 10 tahun, Team Perancang Busana Bagelen, yang terdiri dari : Masduqi Simor, SH (Dinas KPI),selaku Ketua,  Drs Basuki Budi Rahardjo (SubDin Kebudayaan), selaku Sekretaris dan beranggotakan, Drs. R Istiharto (budayawan), Drs, Mangkutrisno (Sejarahwan), Radix Penadi (Sejarahwan), Soekoso DM, BA (budayawan), Sardiatmoko (budayawan), Oteng Suherman (budayawan), Wasito Adi, BA (budayawan) dan Drs, Eko Riyanto (sejarahwan), melalui metoda : study literatur, study lisan atau interview dan study pengamatan peninggalan sejarah, telah berhasil menciptakan Rancangan Busana Bagelenan sebagai salah satu ciri jatidiri Kota Purworejo.
Busana Bagelenan memiliki sifat-sifat yang terkandung dalam Prasasti Kayu Ara Hiwang yang mencerminkan : Masyarakat Relijius, Toleran, Prihatin dan  Temen Tumemen, Membangun, Gotong Royong, Setia dan Perwira/Ksatria.
Bagian dari Busana Bagelenen meliputi : (a) Bagian Penutup Kepala (b) Bagian Penutup Badan (c) Asesoris.
Bagian Penutup Kepala disepakati berupa DESTAR atau IKAT KEPALA dari Kain Batik  dengan ciri sebagai berikut : (a) Mempunyai KUNCUNG di bagian depan (b) Mempunyai Wiron Sederhana (c) Mempunyai Jebehan (ujung destar) (d) Memakai Bros (bila mungkin).
Dasar dari pembuatan KUNCUNG adalah : (a) Gambar Relief di Candi Borobudur dan Prambanan (b) Gambar atau Foto busana akhir abad 19 (c) Gambar Bupati Purworejo RM Soegeng Cokronegoro IV dan (d) Gambar atau Foto orang-orang jaman akhir abad 19 dan awal abad 20.
Bagian Penutup Badan terdiri : (a) Penutup Badan Bagian Atas atau Baju atau Sikepan, terdiri dari 1. ATELA LANDHUNG atau PANJANG 2. ATELA KROWAKAN KERIS  (b) Penutup Badan Bagian Bawah : Celana, Kain Batik, Pengikat Kain (c) Alas Kaki
Asesoris dalam Busana Bagelenan terdiri dari : (a) Kalung Ulur-ulur atau Karet (b) Rantai Jam Bandul (c) Bross Kalung (d) Bross Destar (e) Insight Lambang Kabupaten Purworejo
bagelen bagelen2
bagelen3
Busana Bagelenan bagi Putri (perempuan) tidak jauh berbeda dengan model busana kebaya biasa, ada yang tanpa Kutu Baru (bef) atau ada pula yang memakai Kutu Baru (bef), disamping kebaya yang landhung (panjang) maupun pendek, atau bahkan busana Bagelenan Muslim Biasa.
bagelen4
bagelen5
Demikianlah Busana Bagelenan yang merupakan ciri Jatidiri Kabupaten Purworejo baik bagi kaum lelaki tua dan muda serta bagi kaum wanita.
Ilustrasi gambar oleh : OTENG SUHERMAN Dikutip dari buku panduan Busana Bagelenan Larung Sesaji di Sungai Brantas

Wisata Alam Purworejo

Wisata Alam

Goa Seplawan terletak di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing dengan jarak tempuh + 20 km ke arah Timur dari pusat kota Purworejo dengan ketinggian 700 m dpl sehingga udaranya sangat sejuk. Goa ini memiliki ciri khusus berupa ornamen yang terdapat di dalam goa, antara lain staklatit, staklamit, flowstone, helekit, soda straw, gower dam dan dinding-dindingnya berornamen seperti kerangka ikan. Panjang Goa Seplawan + 700 m dengan cabang-cabang goa sekitar 150-300 m dan berdiameter 15 m. Goa alam yang sangat menakjubkan ini menjadi semakin terkenal dengan diketemukannya arca emas Dewa Syiwa dan Dewi seberat 1,5 kg pada tanggal 28 Agustus 1979 yang sekarang arca tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Pariwisata
Tempat lain yang juga terkait dengan sejarah Kabupaten Purworejo adalah Goa Seplawan, yang berada di wilayah Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing. Goa ini menjadi istimewa karena disebut-sebut dalam Prasasti Kayu Arahiwang. Dalam prasasti itu dengan jelas disebutkan bahwa salah satu tempat yang harus dijaga karena kesuciannya adalah Goa Seplawan.
Dan agaknya hal itu memang benar. Karena saat pertama kali ditemukan pada tanggal 28 Agustus 1979, di dalam salah satu lorong goa ditemukan sebuah arca sepasang dewa dewi yang terbuat dari emas murni. Keberadaan patung sepasang dewa dewi yang tak lain adalah Dewa Syiwa dan Dewi Parwati ( seberat 1,5 kg ) tersebut, menunjukkan kalau Goa Seplawan sebelumnya dijadikan sebagai tempat pemujaan.
Patung itu kemudian dibawa ke Jakarta dan disimpan di Musium Nasional Jakarta. Sebagai gantinya pemerintah membuatkan replika patung itu tepat di depan mulut goa. Tujuannya adalah untuk mengingatkan kepada para pengunjung bahwa goa ini pada dasarnya adalah tempat suci yang disakralkan oleh masyarakat pada zaman dulu. Selain sakral, goa ini juga memiliki keindahan yang sangat luar biasa. Hamparan stalaktit dan stalagnit di setiap lorong goa, menciptakan kesan tersendiri bagi para pengunjung goa. Tak hanya itu gemericik air yang menetes dari bebatuan penyusun goa mampu menenangkan hati siapapun yang masuk ke dalamnya.
Goa ini memiliki panjang + 700 meter dengan cabang-cabang goa sekitar 150 – 300 meter dan berdiameter 15 meter. Sehingga untuk masuk ke dalam goa, pengunjung harus menyusuri anak tangga menurun yang cukup melalahkan. Yang mana rasa lelah itu akan segera hilang begitu mulai memasuki mulut goa. Sebab dari mulut goa itu saja keindahan ukiran batu di dalam goa sudah terlihat jelas.
Makanya tak heran kalau pengunjung betah berlama-lama tinggal di dalam goa tersebut. Bahkan terkadang ada orang yang sengaja masuk dan tinggal selama beberapa hari di dalam goa untuk melakukan ritual. Dan hal ini bisa diketahui dari aroma hioswa dan minyak wangi yang menyeruak dari salah satu ruangan di dalam gua tersebut. Karena agaknya ruangan tersebut memang kerap dipakai untuk menggelar ritual.
Ritual di dalam goa itu sebenarnya adalah rangkaian dari ritual yang biasa dilakukan di Candi Gondoarum yang berada tidak jauh dari Goa Seplawan. Candi Gondoarum sendiri saat ini nyaris tak berbentuk lagi. Yang tersisa hanyalah bekas-bekas pondasi dasar candi, yang sepintas terlihat mirip batu biasa yang berserakan. Hanya saja yang membedakan adalah, adanya beberapa guratan ukiran pada beberapa sisi batu yang bila dirangkai bisa saling berhubungan.
“ Candi ini diduga lebih tua dari pada Candi Borobudur. Dan disebut Gondoarum karena waktu lingga yoninya diangkat, keluar semerbak bau harum. Sehingga sampai sekarang tidak ada orang yang berani berbuat jelek di tempat ini. “
Letak lingga yoni itu sendiri tepat di samping candi, dan sekarang telah dibuatkan satu cungkup sederhana untuk melindunginya. Sebenarnya pihak museum berniat mengamankan benda itu. Namun sepertinya “ penunggu “nya tidak mengijinkan. Sehingga sampai sekarang batu yang merupakan simbol penyatuan kehidupan tersebut tetap dibiarkan di tempat semula.
Kambing Disamping Potensi Wisata Goa Seplawan di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing juga terdapat Potensi Hasil Ternak yaitu Hasil Ternak Kabing Etawa. Kabing Perankan Etawa ( PE ) merupakan keturunan kambing Etawa asal India yang dibawa oleh penjajah Belanda yang kemudian disilangkan dengan kambing lokal di Kaligesing. Pada saat ini kambing PE ini dikenal sebagai Ras Kambing Peranakan Etawa asli Kaligesing Purworejo.
Menurut perkembangannya kambing PE menyebar ke berbagai wilayah di Kabupaten Purworejo bahkan keluar Purworejo ( Kulon Progo, Kendal, Sidoarjo Jatim ). Kambing PE ini mempunyai ciri khas yaitu : bentuk muka cembung, telinga panjang menggantung, postur tubuh tinggi ( gumba ) 90 – 110 cm, bertanduk panjang dan ramping. Kambing berkembang dengan baik panjang dan besar, warna bulu beragam belang putih, merah coklat, bercak-bercak hitam atau kombinasi ketiganya, dan pada bagian belakang terdapat bulu yang lebat dan panjang.
Dalam waktu yang tidak lama lagi kawasan gua ini akan dikembangkan menjadi sarana olah raga seperti layang gantung ( gantole ), camping, hiking, panjat tebing, dan keadaan alam sekitarnya sangat mendukung untuk kegiatan avonturir.

Sejarah Purworejo

Hamparan wilayah yang subur di Jawa Tengah Selatan antara Sungai Progo dan Cingcingguling sejak jaman dahulu kala merupakan kawasan yang dikenal sebagai wilayah yang masuk Kerajaan Galuh. Oleh karena itu menurut Profesor Purbocaraka, wilayah tersebut disebut sebagai wilayah Pagaluhan dan kalau diartikan dalam bahasa Jawa, dinamakan : Pagalihan. Dari nama “Pagalihan” ini lama-lama berubah menjadi : Pagelen dan terakhir menjadi Bagelen. Di kawasan tersebut mengalir sungai yang besar, yang waktu itu dikenal sebagai sungai Watukuro. Nama “ Watukuro “ sampai sekarang masih tersisa dan menjadi nama sebuah desa terletak di tepi sungai dekat muara, masuk dalam wilayah Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Di kawasan lembah sungai Watukuro masyarakatnya hidup makmur dengan mata pencaharian pokok dalam bidang pertanian yang maju dengan kebudayaan yang tinggi.

Pada bulan Asuji tahun Saka 823 hari ke 5, paro peteng, Vurukung, Senin Pahing (Wuku) Mrgasira, bersamaan dengan Siva, atau tanggal    5 Oktober 901 Masehi, terjadilah suatu peristiwa penting, pematokan Tanah Perdikan (Shima). Peristiwa ini dikukuhkan dengan sebuah prasasti batu andesit yang dikenal sebagai prasasti Boro Tengah atau Prasasti Kayu Ara Hiwang.

Prasasti yang ditemukan di bawah pohon Sono di dusun Boro tengah, sekarang masuk wilayah desa Boro Wetan Kecamatan Banyuurip dan sejak tahun 1890 disimpan di Museum Nasional Jakarta Inventaris D 78 Lokasi temuan tersebut terletak di tepi sungai Bogowonto, seberang Pom Bensin Boro.

Dalam Prasasti Boro tengah atau Kayu Ara Hiwang tersebut diungkapkan, bahwa pada tanggal 5 Oktober 901 Masehi, telah diadakan upacara besar yang dihadiri berbagai pejabat dari berbagai daerah, dan menyebut-nyebut nama seorang tokoh, yakni : Sang Ratu Bajra, yang diduga adalah Rakryan Mahamantri/Mapatih Hino Sri Daksottama Bahubajrapratipaksaya atau Daksa yang di identifikasi sebagai adik ipar Rakal Watukura Dyah Balitung dan dikemudian hari memang naik tahta sebagai raja pengganti iparnya itu.

Pematokan (peresmian) tanah perdikan (Shima) Kayu Ara Hiwang dilakukan oleh seorang pangeran, yakni Dyah Sala (Mala), putera Sang Bajra yang berkedudukan di Parivutan.

Pematokan tersebut menandai, desa Kayu Ara Hiwang dijadikan Tanah Perdikan(Shima) dan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, namun ditugaskan untuk memelihara tempat suci yang disebutkan sebagai “parahiyangan”. Atau para hyang berada.

Dalam peristiwa tersebut dilakukan pensucian segala sesuatu kejelekan yang ada di wilayah Kayu Ara Hiwang yang masuk dalam wilayah Watu Tihang.

“ … Tatkala Rake Wanua Poh Dyah Sala Wka sang Ratu Bajra anak wanua I Pariwutan sumusuk ikanang wanua I Kayu Ara Hiwang watak Watu Tihang …”

Wilayah yang dijadikan tanah perdikan tersebut juga meliputi segala sesuatu yang dimiliki oleh desa Kayu Ara Hiwang antara lain sawah, padang rumput, para petugas (Katika), guha, tanah garapan (Katagan), sawah tadah hujan (gaga).

Disebut-sebutnya “guha” dalam prasasti Kayu Ara Hiwang tersebut ada dugaan, bahwa guha yang dimaksud adalah gua Seplawan, karena di dekat mulut gua Seplawan memang terdapat bangunan suci Candi Ganda Arum, candi yang berbau harum ketika yoninya diangkat. Sedangkan di dalam gua tersebut ditemukan pula sepasang arca emas dan perangkat upacara. Sehingga lokasi kompleks gua Seplawan di duga kuat adalah apa yang dimaksud sebagai “parahyangan” dalam prasasti Kayu Ara Hiwang.

Upacara 5 Oktober 901 M di Boro Tengah tersebut dihadiri sekurang-kurangnya 15 pejabat dari berbagai daerah, antara lain disebutkan nama-nama wilayah : Watu Tihang (Sala Tihang), Gulak, Parangran Wadihadi, Padamuan (Prambanan), Mantyasih (Meteseh Magelang), Mdang, Pupur, Taji (Taji Prambanan) Pakambingan, Kalungan (kalongan, Loano).

Kepada para pejabat tersebut diserahkan pula pasek-pasek berupa kain batik ganja haji patra sisi, emas dan perak. Peristiwa 5 Otober 901 M tersebut akhirnya pada tanggal 5 Oktober 1994 dalam sidang DPRD Kabupaten Purworejo dipilih dan ditetapkan untuk dijadikan Hari jadi Kabupaten Purworejo. Normatif, historis, politis dan budaya lokal dari norma yang ditetapkan oleh panitia, yakni antara lain berdasarkan pandangan Indonesia Sentris.

Perlu dicatat, bahwa sejak jaman dahulu wilayah Kabupaten Purworejo lebih dikenal sebagai wilayah Tanah Bagelen. Kawasan yang sangat disegani oleh wilayah lain, karena dalam sejarah mencatat sejumlah tokoh. Misalnya dalam pengembangan agama islam di Jawa Tengah Selatan, tokoh Sunan Geseng diknal sebagai muballigh besar yang meng-Islam-kan wilayah dari timur sungai Lukola dan pengaruhnya sampai ke daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupatn Magelang.

Dalam pembentukan kerajaan Mataram Islam, para Kenthol Bagelen adalah pasukan andalan dari Sutawijaya yang kemudian setelah bertahta bergelar Panembahan Senapati. Dalam sejarah tercatat bahwa Kenthol Bagelen sangat berperan dalam berbagai operasi militer sehingga nama Begelen sangat disegani.

Paska Perang Jawa, kawasan Kedu Selatan yang dikenal sebagai Tanah Bagelen dijadikn Karesidenan Bagelen dengan Ibukota di Purworejo, sebuah kota baru gabungan dari 2 kota kuno, Kedungkebo dan Brengkelan.

Pada periode Karesidenan Begelen ini, muncul pula tokoh muballigh Kyai Imam Pura yang punya pengaruh sampai ke Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hampir bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Kyai Sadrach, penginjil Kristen plopor Gereja Kristen Jawa (GKJ).

Dalam perjalanan sejarah, akibat ikut campur tangannya pihak Belanda dalam bentrokan antara para bangsawan kerajaan Mataram, maka wilayah Mataram dipecah mejadi dua kerajaan. Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Tanah Bagelen akibat Perjanjian Giyanti 13 pebruari 1755 tersebut sebagai wilayah Negara Gung juga dibagi, sebagian masuk ke Surakarta dan sebagian lagi masuk ke Yogyakarta, namun pembagian ini tidak jelas batasnya sehingga oleh para ahli dinilai sangat rancu diupamakan sebagai campur baur seperti “rujak”.

Dalam Perang Diponegoro abad ke XIX, wilayah Tanah Bagelen menjadi ajang pertempuran karena pangeran Diponegoro mndapat dukungan luas dari masyarakat setempat. Pada Perang Diponegoro itu, wilayah Bagelen dijadikan karesidenan dan masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda dengan ibukotanya Kota Purworejo. Wilayah karesidenan Bagelen dibagi menjadi beberapa kadipaten, antara lain kadipaten Semawung (Kutoarjo) dan Kadipaten Purworejo dipimpin oleh Bupati Pertama Raden Adipati Cokronegoro Pertama. Dalam perkembangannya, Kadipaten Semawung (Kutoarjo) kemudian digabung masuk wilayah Kadipaten Purworejo.

Dengan pertimbangan strategi jangka panjang, mulai 1 Agustus 1901, Karesienan Bagelen dihapus dan digabungkan pada karesidenan kedu. Kota Purworejo yang semula Ibu Kota Karesidenan Bagelen, statusnya menjadi Ibukota Kabupaten.

Tahun 1936, Gubernur Jenderal Hindia belanda merubah administrasi pemerintah di Kedu Selatan, Kabupaten Karanganyar dan Ambal digabungkan menjdi satu dengan kebumen dan menjadi Kabupaten kebumen. Sedangkan Kabupaten Kutoarjo juga digabungkan dengan Purworejo, ditambah sejumlah wilayah yang dahulu masuk administrasi Kabupaten Urut Sewu/Ledok menjadi Kabupaten Purworejo. Sedangkan kabupaten Ledok yang semula bernama Urut Sewu menjadi Kabupaten Wonosobo.

Dalam perkembangan sejarahnya Kabupaten Purworejo dikenal sebagai pelopor di bidang pendidikan dan dikenal sebagai wilayah yang menghasilkan tenaga kerja di bidang pendidikan, pertanian dan militer.

Tokoh-tokoh yang muncul antara lain WR Supratman Komponis lagu Kebangsaan “Indonesia raya”. Jenderal Urip Sumoharjo, Jenderal A. Yani, Sarwo Edy Wibowo dan sebagainya.

Para tokoh maupun tenaga kerja di bidang pertanian pendidikan, militer, seniman dan pekerja lainnya oleh masyarakat luas di tanah air dikenal sebagai orang-orang Bagelen, nama kebangsaan dan yang disegani baik di dalam maupun di luar negeri.

(Sumber: Buku POTENSI WISATA PURWOREJO – Yayasan Arahiwang Purworejo Jakarta).