Kesenian
tari Dolalak merupakan sabuah tarian rakyat yang menjadi primadona tari
tradisional di Purworejo. Tarian yang sudah eksis sejak sekitar 85
tahunan ini telah merebak hampir di setiap desa di wilayah Purworejo.
Sejarah terciptanya tarian Dolalak yang
menjadikan tarian khas dari Purworejo ini konon bermula dari peniruan
oleh beberapa pengembala terhadap gerakan tarian dansa serdadu Belanda.
Penamaan Dolalak diambil dari dari dominannya notasi nada do – la – la
yang dinyanyikan serdadu Belanda untuk tarian dansa mereka.
Ketika pertama kali tercipta, tarian
Dolalak tidak diiringi dengan peralatan instrumen musik, namun
menggunakan nyanyian yang dilagukan oleh para pengiringnya. Lagu-lagu
yang dicipta biasanya bernuansa romantis bahkan ada yang erotis.
Nyanyian tersebut dinyanyikan silih berganti atau terkadang secara koor
bersama.
Dalam perkembangannya, iringan musik
tarian Dolalak menggunakan instrumen musik jidur, terbang, kecer, dan
kendang. Sedang untuk iringan nyanyian menggunakan syair-syair dan
pantun berisi tuntunan dan nasehat. Isi syair dan pantun yang
diciptakan, campuran dari Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia sederhana.
Untuk kostum penari Dolalak, mengenakan
layaknya pakaian serdadu Belanda, pakaian lengan panjang hitam dengan
pangkat di pundaknya, mengenakan topi pet,dan berkacamata hitam.
Yang unik dan paling menarik dari tari
Dolalak adalah ketika penari memasuki tahap tarian trance ( kemasukan
roh halus ). Saat penari mengalami trance yang ditandai dengan
mengenakannya kaca mata hitam, penari akan mampu menari berjam-jam tanpa
henti. Selain itu gerak tariannya pun berubah menjadi lebih
energik dan mempesona. Kesadaran penari akan pulih kembali setelah sang dukun “ mencabut “ roh dari tubuh sang penari.
Tarian Dolalak, semula ditarikan oleh
para penari pria. Namun dalam perkembangannya, tahun 1976 Dolalak
ditarikan oleh penari wanita. Dan hampir setiap grup Dolalak di
Purworejo, kini semua penarinya adalah wanita. Jarang sekali sekarang
ini ditemui ada grup Dolalak dengan penari pria.
BUSANA BAGELENAN SEBAGAI SALAH SATU CIRI JATIDIRI PURWOREJO
Oleh : Tim Perancang Busana Bagelenan
Setelah
berlangsung lebih dari 10 tahun, Team Perancang Busana Bagelen, yang
terdiri dari : Masduqi Simor, SH (Dinas KPI),selaku Ketua, Drs Basuki
Budi Rahardjo (SubDin Kebudayaan), selaku Sekretaris dan beranggotakan,
Drs. R Istiharto (budayawan), Drs, Mangkutrisno (Sejarahwan), Radix
Penadi (Sejarahwan), Soekoso DM, BA (budayawan), Sardiatmoko
(budayawan), Oteng Suherman (budayawan), Wasito Adi, BA (budayawan) dan
Drs, Eko Riyanto (sejarahwan), melalui metoda : study literatur, study
lisan atau interview dan study pengamatan peninggalan sejarah, telah
berhasil menciptakan Rancangan Busana Bagelenan sebagai salah satu ciri
jatidiri Kota Purworejo.
Busana
Bagelenan memiliki sifat-sifat yang terkandung dalam Prasasti Kayu Ara
Hiwang yang mencerminkan : Masyarakat Relijius, Toleran, Prihatin dan
Temen Tumemen, Membangun, Gotong Royong, Setia dan Perwira/Ksatria.
Bagian dari Busana Bagelenen meliputi : (a) Bagian Penutup Kepala (b) Bagian Penutup Badan (c) Asesoris.
Bagian
Penutup Kepala disepakati berupa DESTAR atau IKAT KEPALA dari Kain
Batik dengan ciri sebagai berikut : (a) Mempunyai KUNCUNG di bagian
depan (b) Mempunyai Wiron Sederhana (c) Mempunyai Jebehan (ujung destar)
(d) Memakai Bros (bila mungkin).
Dasar dari
pembuatan KUNCUNG adalah : (a) Gambar Relief di Candi Borobudur dan
Prambanan (b) Gambar atau Foto busana akhir abad 19 (c) Gambar Bupati
Purworejo RM Soegeng Cokronegoro IV dan (d) Gambar atau Foto orang-orang
jaman akhir abad 19 dan awal abad 20.
Bagian
Penutup Badan terdiri : (a) Penutup Badan Bagian Atas atau Baju atau
Sikepan, terdiri dari 1. ATELA LANDHUNG atau PANJANG 2. ATELA KROWAKAN
KERIS (b) Penutup Badan Bagian Bawah : Celana, Kain Batik, Pengikat
Kain (c) Alas Kaki
Asesoris
dalam Busana Bagelenan terdiri dari : (a) Kalung Ulur-ulur atau Karet
(b) Rantai Jam Bandul (c) Bross Kalung (d) Bross Destar (e) Insight
Lambang Kabupaten Purworejo
Busana
Bagelenan bagi Putri (perempuan) tidak jauh berbeda dengan model busana
kebaya biasa, ada yang tanpa Kutu Baru (bef) atau ada pula yang memakai
Kutu Baru (bef), disamping kebaya yang landhung (panjang) maupun pendek,
atau bahkan busana Bagelenan Muslim Biasa.
|
|
Demikianlah
Busana Bagelenan yang merupakan ciri Jatidiri Kabupaten Purworejo baik
bagi kaum lelaki tua dan muda serta bagi kaum wanita.
Ilustrasi gambar oleh : OTENG SUHERMAN Dikutip dari buku panduan Busana Bagelenan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar